Subscribe:

Pages

Jumat, 02 Maret 2012

2) A Story About Love-Akhir Sebuah Penantian


A Story About Love
Akhir Sebuah Penantian

Seperti biasa, Dani melaju kencang menuju sebuah sekolah yang letaknya jauh di pusat kota sana. Dengan warisan dari kakeknya, sebuah motor bekjul-- bebek tujuh puluh --  berwarna merah yang senantiasa menemaninya kemanapun ia pergi.
Dani melepas helemnya. Motor bekjul yang suaranya membisingkan itu dia matikan. Dia tinggalkan motor kebanggaan kakeknya dulu itu.  Langkahnya tegap ke luar dari tempat parkir sekolahnya. Kepalanya merunduk, kehidupan yang sederhana membuatnya tak pernah merasa tinggi hati.
Seketika, langkahnya terhenti. melintas di depan matanya, si gadis merah jambu berjalan menuju gerbang sekolah. Kedua pasang mata itu sempat bertemu sekilas. Dani salah tingkah. Si gadis merah jambu pun memerah pipinya. Kerudung putih dan bercahaya yang dikenakannya tak mampu menandingi kemerahan pipinya. Harmoni syahdu mengalun di hati Dani. Tanpa berhenti menunduk, Dani terus berjalan menuju kelasnya.
Telah sekian lama Dani mengagumi gadis imut merah jambu itu. Selain wajahnya yang cantik, otaknya yang cerdas, hatinya seputih salju, Dani melihat ada sesuatu yang beda pada gadis itu. Ia tak tahu apa itu, yang jelas setiap menatap wajahnya yang ayu, hati Dani selalu bergetar. Terdengar alunan melodi dalam hatinya saat kedua mata mereka bertemu pandang.
JKL
 Amanda, Si gadis merah jambu merebahkan tubuh di tempat tidurnya. Segala suasana penat sekolahnya sejenak ia lupakan.  Angannya melayang jauh. Semakin jauh. Pikirannya ia lepaskan, ia bebaskan, ia biarkan pikirannya terbang melayang. Angannya, pikirannya membawa dia pada bayangan lelaki misterius yang selalu tertunduk saat berjalan.
Bayangan itu semakin jelas, semakin nyata di pikirannya. Muncul semacam getaran dalam hatinya. Dawai syahdu mengalun lembut dan…
“Astagfirullah,” sekejap ia singkirkan bayangan itu. Sekuat tenaga ia singkirkan, dan tak bisa. Bayangan itu tak bisa ia hilangkan. Terlalu kuat bayangan itu merasuki pikirannya. Entah kekuatan apa yang kuasa menyimpan bayangan itu dalam angannya.  Kerudungnya yang indah ia lepaskan. Matanya ia pejamkan. Nafasnya ia atur. Coba tenangkan pikiran, dan ia pun tidur.
JKL

“Aku cinta kau,” ucap seorang lelaki dengan tiba-tiba berada duduk di depan Amanda.
Amanda hanya terdiam. Tertunduk.  Pipinya memerah.
“Apa jawabanmu ?”
Amanda masih terdiam. Pipinya semakin merona. Sekejap kemudian, kata-kata perlahan ke luar dari mulutnya.
“Kau pun agaknya  telah tahu apa sebenarnya jawabanku”
Laki-laki itu tersenyum, manis. Wajahnya bercahaya, Dan, suara merdu seruling bambu mulai terdengar menghiasi taman itu. Bunga-bunga sakura berguguran, indah menyelimuti cinta yang tumbuh antara mereka.. Getar dawai-dawai kian terdengar syahdu,  dan….

“Amanda, bangun sayang, sudah waktunya shalat Ashar,”  suara lembut itu perlahan mengusir mimpinya. Amanda terbangun. Masih sulit baginya mendeskripsikan apa yang baru saja terjadi.
“Cepat sana mandi, sudah masuk waktu Ashar, kamu kan belum shalat.”
“Manda masih ngantuk  Bu.”
“Iya, tapi sudah waktunya shalat Ashar, kamu kan belum shalat. Lagian gak kaya biasanya kamu tidur siang!”
“Manda capek Bu, di sekolah tadi banyak tugas.”
“Jangan jadikan alasan rasa capekmu untuk ninggalin shalat, dosa!”  dengan nada yang tegas, ibu Amanda menyuruh dia shalat. Keluarga ini terhitung cukup kaya di wilayahnya. Ayah Amanda yang seorang dokter kian dihormati oleh para tetangganya. Walaupun demikian, keluarga ini tak pernah merasa sombong, angkuh. Bagi mereka, Agama adalah nomor satu. Tak ada alasan atau pembenaran bagi mereka untuk ke luar dari aturan agama, walaupun dalam hal sepele.
Dengan tertatih-tatih, Amanda pun turun dari tempat tidurnya. Perlahan, ia tuju kamar mandi di samping kamar tidurnya.
“Mimpi apa aku tadi? Aneh.”  Kata Amanda dalam hati sambil menatap wajahnya dalam cermin yang tertempel kuat pada dinding kamar mandinya.
“Perasaan apa ini? Cinta kah ? Ah tak mungkin. Aku gak  kenal dia, jadi aku gak mungkin suka sama dia. Tapi kenapa wajahnya selalu terbayang dalam pikiranku, sampai sampai kebawa mimpi segala ? Ah, entahlah. “
Amanda mencuci mukanya. Wajah yang cantik bersih itu semakin bersinar saat terkena percikan air. Rambutnya yang lurus, hitam, yang senantiasa tertutupi kerudungnya terjulur demikian indah.  Ia pelihara mahkotanya itu. Ia sembunyikan perhiasannya itu. Tak ada seorang lelaki pun yang boleh melihatnya, sampai nanti ada seseorang yang kan membawanya lepas dari ayah dan ibunya.
JKL

“Apa mungkin cinta tumbuh diantara dua orang yang tak saling mengenal ?”  Pertanyaan Amanda membuka topik obrolan mereka.
“Kok tiba-tiba kamu ngomongin tentang cinta? Lagi naksir cowok ya !”celoteh Sindy, sahabat Amanda.
“Serius!”
“Weisss, sabar nona manis, Just kidding”
“Habisnya…”
“Oke deh, kita masuk ke forum serius. Maksud kamu dua orang yang tak saling mengenal itu gimana ?”
“Dua orang yang sering bertemu tanpa pernah berkenalan satu sama lain.”
“Kaya kamu sama si Dani ?”
Amanda terkejut, sejenak ia terdiam. Pipinya memerah.
“Kok kamu tahu kalo…”
“Mandaku sayang, kita udah sahabatan dari mulai SMP. Aku udah kenal kamu kayak sodara kandungku sendiri. Aku tahu gimana sikap kamu kalo lagi ngambek, lagi seneng, lagi BT, semua tentang kamu aku tahu. Pandangan kamu kalo liat Dani beda sama pandangan kamu kalo liat laki-laki lain. Gitu juga sebaliknya.”
“Maksud kamu sebaliknya?”
“Diam diam aku sering perhatiin kamu kalo ketemu sama dia. Saat di parkiran, saat di masjid, saat di kantin, dan diam diam aku juga selidikin gimana perasaan dia ke kamu.”
“Terus perasaan dia gimana ?”
“Dia suka sama kamu, jauh sebelum kamu suka sama dia. Dari saat MOS, dia udah naruh hati sama kamu. Dia suka sama kamu.”
“Tapi kan dia belum kenal siapa aku?”
“Mungkin itulah yang disebut cinta pada pandangan pertama. Manda, dengerin yah, cinta itu gak pandang bulu, gak pandang warna kulit. Cinta bisa menimpa siapa saja, kapan saja, dari mana saja dia berasal. Cinta itu air, orang tak bisa hidup tanpanya. Cinta itu udara, orang tak bisa hidup tanpanya. Cinta itu api, yang siap menghanguskan segalanya. Cinta itu matematika, yang selalu memusingkan. Cinta itu anugerah jika dia membawa kita menjadi lebih dekat dengan Sang Pencipta. Cinta itu musibah jika hanya membuat kita lupa dengan-Nya. ”
“Lalu apa yang harus aku lakukan ?”
“Itulah nasib seorang wanita. Kita hanya bisa menunggu dan menunggu.  Tak etis rasanya kalau wanita yang lebih dulu menyatakan cintanya pada seorang laki-laki, walaupun orang bilang sekarang jamannya emansipasi.”
“Hanya menunggu ?”
Sindy terdiam. Sejenak ia rangkai kata-kata yang semoga bisa memberi jalan yang terbaik.
“Hanya menunggu ? Tak adakah tindakan yang lebih berguna selain menunggu ? Bukankan menunggu itu membosankan ? dan adakah jaminan bahwa penantian yang kulakukan tak kan menjadi tindakan yang sia-sia belaka ?
“Bukankah hidup ini pun sebuah penantian, penantianakan datangnya Malakal Maut yang kan laksanakan tugasnya menjemput nyawa kita ? Apakah kita hanya terdiam sembari menunggunya ? Dan adakah jaminan bahwa setelah ajal menjemput, kita akan dibawanya menuju kebahagiaan surgawi ? Kalau demikian, apa gunanya kita hidup kalau toh nanti juga kita akan mati. Apa guna harta, jabatan, kedudukan, bukankah semua itu tak kan kita bawa mati? Kau mengerti kan maksudku? Pendeknya, jangan jadikan penantian ini sebagai sesuatu yang sia-sia. Jangan jadikan penantian ini menjadi penghalang untuk tetap maju meraih mimpi. Lakukan apa yang seharusnya kau lakukan. Dengarkan kata hatimu, dengarkan jiwamu, karena itulah yang kan membawamu pada kebahagiaan yang diridhoi”
Angin semilir menghembus kedua gadis berjilbab itu. Lembut.  Daun-daun ikut melambai tertiup olehnya. Sepasang burung pipit terbang kian kemari, berkejaran romantis. Terik mentari dhuha pun ikut menyertai jalannya hari.
JKL

Sebulan berlalu, tak ada perubahan yang berarti. Sepesang muda mudi itu masih enggan saling sapa. Tiap bertemu, keduanya malah asyik dengan kesalah tingkahan masing-masing.
Sebulan kemudian, Dani mulai bisa mengendalikan diri saat bertemu Amanda. Namun, Amanda masih saja salah tingkah kala bertemu dengan dia. Amanda hanya bisa tersenyum malu kala Dani menyungkingkan senyuman ke arahnya.
Sebulan kemudian, telah ada perubahan yang signifikan. Keduanya telah berani bertegur sapa dengan senyuman, hanya dengan senyuman. Walaupun demikian,  nampaknya telah ada getaran-getaran dalam angan mereka. Apakah itu cinta ? Entahlah.
 Sebulan kemudian, hal mengejutkan terjadi. Saat masuk kelas, Amanda disambut oleh senyuman sahabat karibnya. Senyuman itu adalah senyuman yang khas, yang tak pernah ia lihat dari sahabatnya itu.
“Penantianmu berakhir sudah saudaraku,” sebuah sinar muncul dari wajah Sindy, cahaya kebahagiaan, cahaya kurir cinta yang membawakan sebuah tulisan cinta.
“Maksud kamu ?”
Sebuah amplop berwarna putih ia berikan.
“Amplop apaan ini ?”
“Ampop gaji kakekmu, ya amplop cinta lah dari pangeranmu. Cepet buruan buka, aku juga kan penasaran pengen baca isinya!”
  “Gak boleh, ini rahasia, hanya untuk pejabat penting !” dengan nada bercanda dan wajah malu-malu Amanda menggoda sahabatnya itu.
“Ya ampun ke temen sendiri juga masih pake rahasia-rahasiaan. Inget gak siapa konsultan terbaik buat nampung pertanyaan cinta kamu?”
“Bercanda, gitu aja marah.”
Saat keduanya hendak membuka surat itu, Ibu Asri, guru biologi mereka yang super galak plus sangat judes dan cerewet masuk kelas. Dengan rasa penasaran yang amat sangat, Amanda urung membuka surat itu dan harus rela menyimpannya dalam tas merahnya.
JKL




                           Purwocipto, 16 Mei 2009


Teruntuk
Gadis Merah Jambu
Yang senyumannya manis


Kulayangkan surat ini bukan karena hilang rasa hormatku padamu sehingga aku enggan bertatap muka denganmu, tapi karena aku takut tak kuasa menahan rasa silauku akan sinar cahaya wajahmu.
Mungkin ini aneh dalam    pikiranmu, atau mungkin juga ini mengejutkan karena secara tiba-tiba, lelaki yang tak pernah kau kenal mengirimi kau secuil kertas bertuliskan kata-kata yang tak pernah kau duga sebelumnya. Tapi tolonglah, dengan sedikit kemurahan hati, sudilah kiranya kau membaca surat ini.

Berawal dari waktu MOS setahun yang lalu,  aku bertemu denganmu untuk yang pertama kalinya. Aku salah masuk kelasmu karena aku kira itu adalah kelasku, dan kau adalah orang yang  memberitahuku bahwa itu bukan kelasku. Itu kelasmu, kelas murid-murid jenius-sepertimu. Sejak saat itu, bayanganmu selalu teringat dalam memoriku. Aku pun merasa aneh karena sama sekali bayanganmu tak bisa kuhilangkan dari pikiranku. Seringkali bayangan itu masuk ke dalam mimpiku, mewarnai tidurku.
“Ah mungkin ini cuma kekaguman sesaat,” pikirku suatu ketika. Tapi aku salah. Setelah beberapa minggu kemudian, bayanganmu itu tak hendak pula pergi dari pikiranku. Sejak saat itu aku sadar bahwa ada semacam getaran kuat yang hadir dalam hatiku kala melihat wajahmu. Mungkin itu yang namanya cinta.
Perlahan, tanpa kau ketahui, aku mencari-cari informasi tentang dirimu, sambil aku kumpulkan keberanianku untuk berkenalan denganmu. Selama itu pula aku tanggung semua rintangan dan godaan, serta aku tahan getaran yang ada dalam hatiku ini agar tak pecah menjadi sesuatu yang tak layak disebut cinta.
Selama itu, gelombang getaran ini seringkali naik dan turun, bak ombak samudera kala bulan purnama. Kadang getaran itu semakin kuat, semakin kuat, dan semakin kuat. Tapi tak jarang pula getaran itu dilemahkan dengan keminderanku, rasa rendahku, rasa tak pantasnya aku mencintai seorang bintang sepertimu. “Pantaskah seorang pecundang mencintai sang bintang?” pikirku dalam hati.
Dan setelah sekian lama, terkumpul sudah nyaliku tuk memberikan sepucuk surat ini sebagai tanda keinginanku untuk  berkenalan lebih jauh dengan dirimu. Kalau bersedia, besok pagi aku tunggu kamu di parkiran sekolah, dan persiapkan pula untuk hal yang tak pernah kau duga dan untuk hal yang kan membuatmu shock”

Salam senyuman rendah diri dan rendah hati

Dari orang yang ingin mengenalmu





                                  Dani Muhammad Faisal.


JKL





Cerah cuaca hari ini. Burung pipit pun kian gembira berkejaran kesana kemari. Awan putih nampak tertempel rapi dalam langit biru di atas sana. Semilir angin pagi sedikit demi sedikit masuk ke dalam mobil mercedes merah yang Amanda tumpangi.  Sebuah lagu berjudul First Love lantunan Nikka Costa turut menyempurnakan indahnya pagi.
Tak lebih dari lima menit lagi Amanda kan mengakhiri penantiannya. Seorang lelaki pendiam secara tersirat telah memanah jantung hatinya. Jantung hati yang menaruh harapan dan cinta. Jantung hati yang tak pernah terjamah dan ternoda.  Jantung hati yang senantiasa terjaga rahmat Pencipta.
Perlahan dia buka pintu mobilnya. Ia ke luar. Matanya langsung tertuju pada tempat di bawah pohon sana, tempat dimana Dani selalu meletakan motor butut kesayangannya. Tak ada. Motor bebek tujuh puluh merah miliknya tak nampak di tempat itu.
“Mungkin dia belum datang”  pikirnya.
Ia pun berjalan menuju gerbang. Ia tunggu kedatangan lelaki itu. Semenit, dua menit, tiga menit, Dani tak kunjung datang juga menampakan diri. Lima menit berlalu, sepuluh menit, tak datang juga.
Amanda mulai jenuh.
“Mungkin dia tak akan datang” keluhnya sambil melangkahkan kaki menuju kelasnya.
Saat selangkah kakinya maju, tiba tiba sekitar tiga orang berlarian hampir menabraknya. Dengan terburu-buru mereka masuk sekolah. Tak lama kemudian mereka ke luar lagi, larinya diikuti sekelompok guru yang ikut berlari.
“Mas, ada apa ya ? kok guru-guru sampai berlarian begitu?” tanya salah seorang murid pada satpam penjaga sekolah.
“Itu, ada anak yang kecelakaan.” Jawab sang satpam.
“Siapa ?”
“Anak sekolah sini, yang suka naik bekjul merah”
Seketika hati amanda terkejut. Ia langsung teringat baris-baris terakhir yang Dani tuliskan dalam suratnya: “Persiapkan pula untuk hal yang tak pernah kau duga dan untuk hal yang kan membuatmu shock”.
Hatinya hancur lebur seketika. Pikirannya sulit mempercayai apa yang telah terjadi. Pandangannya seketika buram. Langit yang asalnya cerah indah mendadak mendung kelabu. Awan putih semakin hilang terganti awan hitam. Amanda semakin tak kuasa berdiri. Pandangannya semakin buram, dan gelap. Amanda roboh.

                                      



November 2009

0 komentar:

Posting Komentar