Subscribe:

Pages

Minggu, 03 Februari 2013

Cinta

“Klik,”  gembok pintu garasi mobilku berbunyi setelah sisa-sisa tenagaku hari ini menekan ujung-ujungnya. Mobil yang menemaniku pergi dan kembali bekerja telah beristirahat nyaman di kandangnya.  Aku berjalan menuju pintu rumah.  Suasana sepi sekali, hanya ada suara jangkrik satu dua dan suara langkah kakiku yang terdengar oleh telingaku.  Semua orang nampaknya telah terlelap dalam tidurnya.

Pintu rumah terbuka perlahan.  Semua ruangan dalam keadaan gelap, hanya satu ruangan yang masih menyala lampunya.  Aku mendorong kaki-kakiku menuju ruang yang masih bercahaya itu.  Suara televisi yang masih menyala langsung menyambutku.  Pandanganku langsung mengarah ke sofa depan televisi.
Sambil terduduk,  kau tidur dengan lelapnya.  Tangan kirimu terlungkup  di atas pahamu, sementara tangan kananmu masih memegang remote televisi yang masih menyala itu.  Aku menyeringai, tersenyum melihat pemandangan yang indah itu.  Kakiku kembali aku langkahkan menuju suatu ruangan sebelah.  Entah mengapa kaki yang tadi sudah tak bertenaga,  kini kembali bugar.  Mereka tak lagi harus kudorong ungtuk melangkah maju.  Perlahan pintu ruangan itu kubuka.  Cahaya dari ruangan yang masih bercahaya itu menyeruak memasuki kamar yang baru saja kubuka.  Cahaya yang terpancar dari arah pintu langsung menerangi tempat tidur mungil yang diatasnya telah berbaring anak yang kini tertidur lelap, anak kita.  Bibirku kembali tersenyum melihat anak kita yang tidur dengan pulasnya.  Khawatir mengganggu tidurnya, aku  langsung menutup kembali pintu itu dan berjalan menuju ruangan yang masih terang itu.  Aku duduk di sebelahmu, menatap tayangan televisi yang masih menyiarkan  sinetron picisan tak bermutu.  Dengan hati hati, aku mengambil remote dari tangan kananmu. Kamu sedikit tersentak kemudian bangun.  Tangan kirimu mengusap usap matamu, berusaha memunculkan kesadaran seutuhnya.

“Kamu udah pulang, Mas?” pertanyaanmu yang sebenarnya tak harus kujawab.
“Mau ngopi dulu atau langsung mandi?” tanyamu kemudian.
“Langsung mandi aja,” jawabku halus.
“Aku panasin dulu ya airnya,” katamu sambil bangkit berdiri. 

Dengan cepat aku menangkap pergelangan tanganmu.  Kamu yang sepertinya sedikit kaget dengan tingkahku menatapku heran, mematung.  Dengan halus aku menarik tubuhmu mendekat.  Kuusap rambut yang menutupi keningmu. Kamu masih menampakkan pandangan heran di wajahmu. Kucium keningmu lalu kubisikkan satu kalimat lirih di telingamu, “Aku cinta padamu.”

Kamu bangkit berdiri.  Kamu tersenyum sambil berkata padaku, “Aku tahu.” Kamu lantas berjalan pergi..

Kutekan tombol remote dengan ibu jariku, mencari tayangan bola dalam salah satu stasiun televisi.  Entah darimana asalnya,  musik merdu tiba-tiba mengalun indah dalam hatiku.

***

Kuelus-elus rambut anak kita yang kini tidut lelap dipangkuanku.  Kutatap dalam wajah cantiknya dari mulai alis sampai ujung dagunya.  Orang orang bilang, mata anak kita mirip dengan matamu.  Tapi menurutku,  matanya malah mirip dengan mataku.  Orang-orang bilang, hidungnya mancung seperti milikmu.  Namun menurutku, hidungnya tidak begitu mancung, mirip dengan hidungku.  Orang-orang bilang,  bibirnya mirip dengan bibirmu.  Aku tak bisa terima itu.  Bagaimana mungkin bibir anak perempuan mirip dengan bibirmu, kau kan laki-laki.  Jelas-jelas bibirnya mirip dengan bibirku.

Setelah yakin tidurnya telah pulas,  perlahan aku memangkunya, memindahkannya pada tempat tidur mungil di kamarnya.  Lampu kamarnya aku matikan, pintunya perlahan kututup.

Aku duduk kembali di sofa depan televisi.  Sambil menunggu kepulanganmu, aku larut ke dalam sinetron kesukaanku.  Tanpa sadar, aku tertidur, sampai sesuatu yang aneh menyentuh tangan kananku.  Aku sedikit tersentak.  Tangan kiriku mengusap-usap kedua mataku, berusaha mengembalikan kesadaranku seutuhnya.

“Kamu udah pulang, Mas?” pertanyaanku yang sebenarnya tak harus kaujawab.
“Mau ngopi dulu atau langsung mandi?” tanyaku kemudian.
“Langsung mandi aja,” jawabmu halus.
“Aku panasin dulu ya airnya,” katamu sambil bangkit berdiri.   

Dengan cepat kamu menangkap pergelangan tanganku.  Aku yang tak mengerti tingkahmu menatapmu dalam, mematung.  Dengan halus kamu menarik tubuhku mendekatimu.  Kauusap rambut yang menutupi keningku. Aku masih belum mengerti apa yang terjadi, hanya saja detak jantungku rasanya semakin kencang. Kamu cium keningku lalu kamu berbisik lirih di telingaku, “Aku cinta padamu.”

Aku bangkit berdiri. Sambil menyembunyikan pipiku yang tiba-tiba memerah dan jantungku yang berdegup lebih kencang aku menjawab “Aku tahu.”
Aku lantas melangkah menuju kamar mandi. Entah darimana asalnya,   tiba-tiba musik merdu mengalun indah dalam hatiku.
 


0 komentar:

Posting Komentar