Day 2
*****
Jam weker di atas meja belajarku
menunjuk angka 2. Udara siang Kota Bogor sedang panas-panasnya. Sudah
beberapa hari kota yang orang sebut sebagai kota hujan ini tak ditetesi
air dari langit. Kipas angin yang menggantung di langit-langit
kamarku seolah tak berdaya mengusir udara panas yang memenuhi seisi
ruangan. Aku hampir memejamkan mata ketika telfon genggam yang kutaruh di samping jam weker berbunyi. Satu pesan masuk pada aplikasi WhatsApp-ku. Pesan darimu
"Dan kamu lagi ngapain? " tulismu
"hampir tidur. Kenapa?" balasku
"Oh maaf. mau tidur yah? yaudah lain kali aja." tulismu lagi.
"Engga jadi tidurnya. Kantuknya udah hilang gara gara kamu ngeWA, hahahah"
Aku sedikit tersenyum
"Ko tumben perhatian?" lanjutku.
"Engga. Boleh nanya sesuatu?"
"Engga boleh." aku tersenyum sendiri. Guling yang berada di punggungku kuletakkan di antara kedua kakiku.
"Oh, yaudah." balasmu
"Ih pundung.... sok mau nanya apa?"
"Aku serius, Dan."
"Aku juga."
Selang
beberapa menit tidak ada jawaban. Aku menduga duga kamu harus
melakukan sesuatu dulu sehingga tidak sempat membalas pesanku.
"Masalah dua hari kemarin, Dan."
Aku
termenung sejenak. Dua hari kemarin. Aku ingat betul apa yang terjadi
dua hari kemarin. Kejadian yang membuat kamu tidak menghubungiku selama
2x24 jam. Aku bingung harus menjawab apa. Suasana obrolan kami berubah
menjadi tidak menyenangkan. "Iya, ada apa dengan dua hari kemarin?"
tulisku akhirnya.
"Aku serius, Dan. Aku seriuuuus.." balasmu
"Oke. kita serius. Kenapa dua hari kemarin?"
"Kamu tahu kan aku udah sama Rangga?"
"Tau" jawabku pendek. "Terus kenapa?" lanjutku.
"BETE. SUMPAH!!!"
"Kita
ketemuan yu, An?" pintaku. Aku merasa masalah ini tidak bisa
dibicarakan lewat media sosial. Kita harus mengutarakan
sebenar-benarnya apa yang ada di hati dan pikiran kita, Namun...
"Aku belum siap ketemu kamu. Kita bahas sekarang aja di sini." balasmu.
"Yaudah, sok. Apa yang mau dibahas?"
"Kenapa kamu bilang itu ke aku?"
"Bilang
apa sih?" balasku pura-pura tidak mengerti. Padahal sebenarnya aku
tahu ke mana pembicaraan ini mengarah. Aku tahu percis apa yang ingin
diungkapkannya. Hanya saja, hanya saja aku merasa hal ini memang tidak
perlu dibahas. Setidaknya untuk saat ini.
"Bilang kalo kamu sayang sama aku. PUAS??" balasmu, diakhiri emoticon menangis.
"Aku bingun, Dan. Aku harus gimana??" lanjutmu.
"Ko pake bingung segala? lanjutin aja hidup kamu."
"Terus kamu?"
jeda sejenak
"Kita
sahabatan udah lama, Dan. Aku jadi sahabat kamu bahkan jauh sebelum
Rangga masuk ke hidup aku. Aku ga ingin kehilangan kamu, Dan. aku ga
ingin."
Aku tahu pasti saat ini kamu sedang
berlinangan air mata. Aku tahu saat ini perasaan kamu sedang tidak
menentu. Tapi aku bisa apa?
"Tenang aja, An, aku enggak akan pergi ke mana mana ko" jawabku akhirnya.
"Tapi Dan, kalo kita terus barengan, maksud aku, kalo kita terus ketemuan, aku hanya akan nyakitin kamu, Dan."
Aku
diam, bingung mau menjawab apa. Posisi badanku kini telah duduk
menyender pada dinding kamar. Telfon genggam masih erat dipegang oleh
kedua tanganku.
Akhirnya, jari-jariku menyentu layar, mengetikkan tulisan panjang yang menjadi isi hatiku selama ini.
"1.
Iya aku sayang sama kamu, lebih dari sahabat. tapi aku tidak pernah
meminta kamu untuk memiliki rasa yang sama. Aku tidak pernah
mengharapkan apa yang aku rasa ini mendapat balasan.
2. Masalah
kamu sama Rangga, lanjutin aja. Aku malah akan marah kalo kamu putus
sama dia. Rangga orang yang baik. Aku tahu dia serius sama kamu.
3. Masalah kamu sama Rangga itu urusan kamu. Aku akan membiarkan kamu mengurusi urusanmu sendiri.
4.
Perasaan sayang aku ke kamu, itu urusan aku, biar aku yang urus. Kamu
ga perlu khawatir kalo kamu bakal nyakitin aku.Kalo kamu mau, kamu
boleh, bahkan harus menganggap kejadian dua hari itu ga pernah kamu
alami.
5. tolong tolong tolong dengan sangat, bersikaplah seperti biasa, tak perlu ada yang berubah."
...
Kamu off line
Jumat, 29 Mei 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar