Subscribe:

Pages

Selasa, 14 Februari 2012

Malam Pertama

Andini masuk ketika aku baru saja duduk di tempat tidur.  Walau semua riasan pengantin tekah ia hapus dan gaun pengantin telah ia ganti dengan pakaian biasa, ia tetap terlihat cantik di mataku. Sangat cantik.  Rambutnya yang tergerai sebahu sengaja tak diikatnya, dan itu membuatku semakin terpesona.  Wangi parfum melati masih tercium walau tadi ia sempat mandi.

Ia berjalan  melewatiku menuju lemari pakaian.  Kepalanya menunduk seakan malu untuk melihat wajahku. Ia membuka pintu lemari dan melepas kalung yang dikenakannya lalu meletakannya di dalam laci lemari,

“Andini,”  panggilku padanya semesra mungkin.   Aku belum terbiasa memanggilnya dengan panggilan sayang layaknya suami kepada isterinya.

Ia menoleh padaku.  Seakan mengerti maksudku, ia pun segera menutup lemari dan berjalan menndekatiku.  Ia duduk di sampingku sambil tetap menundukkan kepalanya.  Hatiku bergetar.  Ada kesejukan yang tak tergambarkan dalam hatiku.

“Ada apa?” tanyanya singkat.

Aku pegang kedua bahunya, lalu kutarik dengan lembut badannya menuruni ranjang sehingga tubuh kami saling berhadapan.  Aku condongkan badanku mendekatinya.  Ia mengangkat wajahnya dan memandangku dalam-dalam.  

Kupindahkan kedua tanganku pada pipinya.  Wajahnya yang halus mengusap kedua telapak tanganku.  Jarak mataku dengan matanya kini tak lebih dari 30 cm.  Dengan hati bergetar aku bertanya, “ Kau ikhlas menjadi isteriku ?”

Andini diam sejenak sambil matanya lurus menatap mataku.
“Insya Allah, Bismillah, aku ridho”

Mendengar jawabannya, aku semakin mencondongkan badanku.  Kepalaku semakin dekat dengan kepalanya, dan akhirnya, bibirku bertemu dengan ubun-ubunnya yang penuh dengan rambutnya yang halus.  Sambil mengecup ubun-ubunnya, aku berdo’a semoga Allah senantiasa merahmati kami, memberi keberkahan pada pernikahan dan keluarga kami, menjadikan keluarga kami menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah serta menjadikan keturunan-keturunan kami salih dan shalihah..  aku tiup ubun-ubunnya.  Seluruh jiwaku rasanya lepas dan masuk menyatu dengan jiwanya.  Kulepaskan bibirku dan kembali menatap wajahnya, lalu, bunga bunga cinta di taman hati kami bermekaran, senandung indah mengalun di langitnya yang cerah, pelangi terbit dengan lengkung yang paling indah, menjadi jembatan antara cinta kami berdua.


Nanggerang, 11 Februari 2012

0 komentar:

Posting Komentar