Aku tatap barisan barang barang yang telah tersusun rapi dalam
kardus kardus berukuran besar dan tas koper yang besarnya melebihi
badanku sendiri. Mataku terus mengeliling pada tiap sisi dan sudut
ruangan, sedang otakku memutar memori berisi kenangan kenangan yang mau
tak mau harus turut aku bawa pergi. Satu hal yang akhirnya aku sadari,
betapa kenangan kenangan itu sangat berarti. Seburuk apapun kejadian
yang pernah aku alami ternyata menjadi sesuatu yang manis di layar
imaji.
Pandangan mataku terjatuh pada satu tulisan kecil di
tembok berwarna putih itu. Tulisan namamu. Suatu hari aku iseng
menulisnya dengan sebuah pena bertinta biru. Bibirku otomatis
menyunggingkan seulas senyum mengingat perasaanku padamu, waktu itu.
Perhatianku kembali berfokus pada barang barang di depanku. Satu tarikan nafas masuk ke paru paruku. Berat.
Mengapa berat sekali meninggalkan tempat ini?
Aku kembali membiarkan diriku larut dalam lamunan, bagaimana tempat
ini dulu begitu nyaman ditempati, bagaimana dulu tempat ini begitu
menyenangkan untuk menjadi pendengar sejati, tempat berkeluh kesah yang
menyenangkan.
Aku meninggalkan tempat ini bukan berarti aku
benar-benar ingin pergi. Aku tak ingin pergi, namun kenyataan dan
keadaan berpendapat lain. Aku tetap harus pergi dan tak bisa lama-lama
lagi di sini. Mungkin aku memang tidak pantas menghuni tempat ini meski
tempat ini begitu terasa nyaman bagiku.
Selalu menarik memang menyimak bagaimana Tuhan telah mengatur semua skenario kehidupan kita:
Dulu
aku merasa asing di tempat ini. kemudian aku mulai nyaman dan
menikmatinya, Hingga sekarang aku harus kembali asing. Ya, pada akhirnya kita harus menjadi
asing kembali.
Senin, 06 April 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar