Subscribe:

Pages

Kamis, 18 Oktober 2012

Antara Kita


“Hallo,”  suaramu yang serak dan berat menyadarkan ku kembali dari lamunan.  Senyummu seperti biasa, mengembang tanpa beban.

“Hmm,” kataku enggan.   Kamu tak bersuara lagi, hanya diam dan menatap wajahku dalam.  separuh nyawa yang terlambat akhirnya memenui kesadaranku. Aku baru ingat tentang cara dan kebiasaanmu  saat dekat denganku.  Kamu tak pernah mau duduk di sebelah kiriku.  Katamu, kamu ingin menempatkan diri kamu sendiri di posisi yang benar untukku, di posisi yang paling baik menurutmu.  Meski aku pernah berkata bahwa posisi duduk tak menentukan  baik tidaknya seseorang, kamu tetap saja keras kepala dan tak mau merubah keyakinanmu.  Kamu akhirnya berhenti memperhatikanku dan mau duduk di sebelahku setelah aku menggeser sedikit posisi dudukku.

“Ko mukanya ditekuk gitu? “  Dengan sedikit memiringkan badanmu, kau kembali menatapku.  “Ada masalah?”  Kamu memang selalu peduli padaku. Namun sayangnya, kamu sama sekali tidak peka terhadap apa yang sebenarnya kurasa, yang mungkin  kamu rasakan juga.  Atau jangan jangan aku sendiri yang terlalu berharap bahwa kamu akan mengerti perasaanku.  “Ko diem aja? Kamu lagi dapet?”  kamu kembali bertanya.

Aku enggan menjawab pertanyaanmu. Lalu tiba tiba keheningan menyelimuti kita.

“An,” Kamu memanggilku sambil memegang pundakku.
Aku memiringkan badanku ke arahmu.  Suatu hembusan nafas panjang keluar  membawa beban dalam dadaku. “Bodoh !” kataku sambil berlalu pergi meninggalkanmu.

0 komentar:

Posting Komentar